"DPRD Kotawaringin Timur bisa meminta klarifikasi dalam rapat di DPRD untuk membuat hal ini menjadi jelas. DPRD bisa memanggil bupati dan mekanismenya bisa dilakukan. Jangan bisa melempar ke publik saja," kata Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Arie Rompas dihubungi dari Sampit, Jumat.
Pernyataan itu disampai aktivis lingkungan yang akrab disapa Rio itu menggapi sikap anggota Fraksi PDIP DPRD Kotawaringin Timur, Rimbun yang mempertanyakan status lahan eks PT Hati Prima Agro (HPA) seluas 5.000 hektare setelah izin perusahaan itu dicabut.
Arie menilai, putusan Mahkamah Agung memang tidak menyebutkan secara tegas bahwa wilayah eks PT HPA menjadi aset negara. Inti putusan tersebut adalah menguatkan surat pencabutan izin pelepasan kawasan hutan yang diberikan Menteri Kehutanan kepada PT HPA, yang artinya bahwa wilayah itu kembali menjadi kawasan hutan.
Hanya, jika bupati ingin mengeluarkan izin baru di kawasan eks PT HPA itu, maka harus mendapat izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Jika tidak dilakukan, maka bupati dapat diduga melakukan "mala administrasi" dan dengan sengaja menerbitkan izin baru padahal secara jelas itu dalam proses pengadilan.
"Di sisi lain, untuk wilayah yang bukan kawasan hutan, bupati seharusnya mengambil alih menjadi aset pemerintah daerah, bukan meberikan izin baru di wilayah ini. Ini ada dugaan bupati ada kepentingan lain di baliknya, ini yang perlu diluruskan," kata Arie.
Anggota Fraksi PDIP yang juga Ketua Komisi III DPRD Kotawaringin Timur, Rimbun berharap pemerintah daerah memberikan penjelasan ke DPRD terkait aset negara tersebut.
PT HPA yang beroperasi di wilayah Kecamatan Antang Kalang, Kotawaringin Timur mulai menanam sawit pada 2010 Dalam perkembangannya perusahaan itu menghadapi masalah karena lahan yang mereka garap belum sesuai aturan, khususnya terkait izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan.
"Penegasan itu tertuang dalam putusan tingkat kasasi di Mahkamah Agung tanggal 24 Desember 2013 Nomor 435 K/TUN/2013. Artinya jika ini diberlakukan, maka PT HPA tidak diperbolehkan lagi beroperasi dan menjadi aset Negara," katanya.
Rimbun mengatakan, apabila memang lahan itu diberikan izin kepada perusahaan sawit yang lain maka mestinya dilakukan lelang terbuka dan diumumkan. Sebab statusnya sudah menjadi aset negara.
"Selama ini tidak pernah ada informasi siapa yang mengelola lahan perkebunan bekas milik PT HPA tersebut, dan pemerintah daerah tidak pernah memberikan penjelasan ke DPRD," ucapnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, lahan bekas PT HPA tersebut sekarang dikelola oleh perusahaan sawit PT Langgeng Makmur Sejahtera (LMS), BGA Group.
Editor: Ronny
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 Response to "Walhi Kalteng Dukung DPRD Kotim Telusuri Perizinan Sawit"
Posting Komentar