"Terlebih bagi nelayan yang hanya mengandalkan kapal kecil, mereka sama sekali tidak bisa melaut. Mereka hanya bisa menunggu sampai cuaca membaik," kata Kepala Desa Ujung Pandaran Kecamatan Teluk Sampit, Aswinnor di Sampit, Rabu.
Nelayan di Kotawaringin Timur tersebar di Kecamatan Teluk Sampit, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Utara dan Mentaya Hilir Selatan. Namun sebagian besar nelayan tinggal di Kecamatan Teluk Sampit, khususnya di Desa Ujung Pandaran.
Gelombang tinggi memang sering terjadi setiap akhir tahun. Untuk mengisi waktu, nelayan memperbaiki kapal dan alat tangkap. Ada pula yang mencari pekerjaan agar bisa mendapatkan penghasilan sambil menunggu cuaca kembali normal.
Tidak banyak yang bisa dilakukan nelayan karena armada dan peralatan yang mereka miliki cukup terbatas. Dengan kondisi itu mereka tidak berani memaksakan diri melaut karena sangat berbahaya.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Haji Asan Sampit sudah mengingatkan nelayan mewaspasdai gelombang tinggi hingga 1,5 meter. Gelombang setinggi itu cukup membahayakan nelayan yang menggunakan kapal kecil.
"Dalam setahun, waktu yang dianggap aman untuk melaut bagi nelayan tradisional seperti warga kami itu hanya antara Januari hingga April. Selain itu, sering terkendala cuaca buruk," kata Aswinnor.
Aswinnor berharap nelayan di desanya mendapat bantuan kapal dan peralatan tangkap yang memadai supaya bisa tetap bisa melaut meski cuaca kurang baik. Nelayan juga membutuhkan pengetahuan tentang budidaya ikan sehingga bisa mendapat penghasilan tambahan, khususnya saat tidak bisa melaut akibat gelombang tinggi.
Editor: Ronny
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 Response to "Gelombang Tinggi, Nelayan Kotawaringin Timur Belum Berani Melaut"
Posting Komentar