Opini - Menelaah Hak Imunitas DPR dalam Perspektif Ketatanegaraan di Indonesia

Akhir-akhir ini terjadi sebuah kekeliruan berpikir yang besar menyikapi adanya hak imunitas yang di berikan kepada pejabat tinggi negara, seolah-olah mereka dilindungi sehingga bebas berbuat apa saja, tercatat beberapa kali pejabat tinggi negara sekelas Anggota DPR-RI menggunakan alasan hak imunitas sebagai salah satu tameng untuk berlindung dari jeratan hukum.
Lalu seperti apa sebenarnya cara kita memahami hak imunitas tersebut jika dikaitkan dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia?  Secara konstitusional mengenai hak imunitas ini diatur dalam Pasal 20A ayat 3 UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi "Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat  serta hak imunitas".
Jika dilihat dari isi pasal diatas maka dapat disimpulkan bahwa hak imunitas adalah hak istimewa yang hanya di berikan kepada Anggota DPR saja, lalu bagaimana dengan lembaga lain? 
Hal ini menarik di bahas karena terjadi inkonsistensi antara norma yang termaktub dalam konstitusi yakni UUD NRI Tahun 1945 dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 yang sering kita kenal dengan istilah UU MD3, mengapa demikian, karena jika kita cermat menelaan pasal demi pasal maka akan kita dapatkan beberapa pasal yang mengatur tantang hak imunitas, seperti Pasal 257 point C yakni hak imunitas bagi anggota DPD, Pasal  323 point F yakni hak imunitas bagi DPRD Provinsi dan Pasal 372 Point F yakni hak imunitas bagi anggota DPRD Kabupaten/Kota. 
Padahal jika kita kembalikan kembali pada isi pasal 20A ayat 3 UUD NRI Tahun 1945 yang merupakan ruh dari adanya imunitas itu hanya berlaku bagi anggota DPR-RI saja.
Lalu sejauh mana hak imunitas itu berlaku bagi anggota DPR? Hal ini bisa dilihat pada ketentuan Pasal 224 UU No.17 Tahun 2014 Tentang MD3 sebagai berikut:
(1)  Anggota  DPR  tidak  dapat  dituntut  di  depan  pengadilan karena  pernyataan,  pertanyaan,  dan/atau  pendapat yang  dikemukakannya  baik  secara  lisan  maupun tertulis  di  dalam  rapat  DPR  ataupun  di  luar  rapat  DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR. 
(2)  Anggota  DPR  tidak  dapat  dituntut  di  depan  pengadilan karena  sikap,  tindakan,  kegiatan  di  dalam  rapat  DPR ataupun  di  luar  rapat  DPR  yang  semata-mata  karena hak  dan  kewenangan  konstitusional  DPR  dan/atau anggota DPR. 
(3)  Anggota  DPR  tidak  dapat  diganti  antarwaktu  karena pernyataan,  pertanyaan,  dan/atau  pendapat  yang dikemukakannya  baik  di  dalam  rapat  DPR  maupun  di luar  rapat  DPR  yang  berkaitan  dengan  fungsi  serta wewenang dan tugas DPR. 
(4)  Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak berlaku  dalam  hal  anggota  yang  bersangkutan mengumumkan  materi  yang  telah  disepakati  dalam rapat  tertutup  untuk  dirahasiakan  atau  hal  lain  yang dinyatakan  sebagai  rahasia  negara  menurut  ketentuan peraturan perundang-undangan. 
(5)  Pemanggilan  dan  permintaan  keterangan  kepada anggota  DPR  yang  diduga  melakukan  tindak  pidana sehubungan  dengan  pelaksanaan  tugas  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1),  ayat  (2),  ayat  (3)  dan  ayat  (4) harus  mendapatkan  persetujuan  tertulis  dari Mahkamah Kehormatan Dewan. 
(6)  Mahkamah  Kehormatan  Dewan  harus  memproses  dan memberikan  putusan  atas  surat  pemohonan  tersebut dalam  jangka  waktu  paling  lama  30  (tiga  puluh) Hari setelah  diterimanya  permohonan  persetujuan pemanggilan keterangan tersebut. 
(7)  Dalam hal Mahkamah Kehormatan Dewan memutuskan tidak  memberikan  persetujuan  atas  pemanggilan angggota  DPR,  surat  pemanggilan  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (5)  tidak  memiliki  kekuatan hukum/batal demi hukum.
Jika dilihat dari isi pasal diatas maka dapat kita artikan bahwa Hak imunitas itu tidak berlaku lagi jika:
1. Malasalah yang didapatkan oleh Anggota parlemen diluar dari tugasnya sebagai anggota parlemen.
2. Masalah tersebut berkaitan dengan tindak pidana dan tidak dapat di toleransi lagi jika tindak panda tersebut adalah bagian dari tindak pidana khusus, seperti tindak pidana korupsi.
Dalam kamus hukum, Sudarsono membagi hak imunitas ke dalam dua bagian, yakni:
1. Hak anggota DPR dan menteri untuk menyatakan melalui tulisan atau membicarakan segala hal kepada lembaga tersebut tanpa di tuntut di muka pengadilan.
2. Kekebalan hukum bagi kepala negara, perwakilan diplomatic dari hukum pidana, perdata dan hukum tata usaha negara yang di lalui atau negara mereka di tempatkan atau bertugas.
Memahami hak imunitas sebagai salah satu hak yang bisa di anggap hak istimewa yang di miliki anggota parlemen harus diartikan bahwa hak tersebut harus di jaga dan di pahami marwahnya yang dimana sebagai sebuah alat bagi anggota parlemen memperjuangkan hak rakyat dalam setiap agenda sidang di dalam parlemen.
Tidak boleh disalah gunakan, bukan untuk melindungi diri dari jeratan hukum yang dilakukan di luar ranahnya sebagai anggota DPR, pun bukan digunakan sebagai alasan untuk tidak mentaati hukum itu sediri.
Penulis: Tomy Alfarizy, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Related Posts :

0 Response to "Opini - Menelaah Hak Imunitas DPR dalam Perspektif Ketatanegaraan di Indonesia"

Posting Komentar