Demontrasi ini sebagai upaya meminta DPRD dan Gubernur Kalteng ikut membantu dan mendesak dua perusahaan tersebut melaksanakan hak-hak normatif para buruh sesuai Undang-undang yang berlaku, kata koordinator aksi Hatir Sata Tarigan.
"Beberapa kali telah dilakukan pertemuan, bahkan Ketua DPRD Kabupaten Kotim dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) setempat telah memberikan arahan, namun dua Perusahaan grup Makin itu tidak juga mengindahkan," tambahnya.
Hatir yang juga Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kalteng itu menyebut bahwa sejak Mei 2016 manajemen PT SISK dan PT MSK melakukan perubahan sistem kerja secara sepihak dan memasak harus dilaksanakan para buruh.
Perubahan itu mulai dari sistem kerja pemanen dan pemuat meningkatkan beban kerja dengan tidak meningkatkan penghasilan atau gaji. Di mana pemanen berbasis janjang, ancak dan waktu borongan tonase dengan harga Rp74/Kg, namun karena kebun kurang terawat maka tidak mendapatkan hasil.
Buruh pemuat dengan sistem lama apabila buah telah mencapai 4 ton akan mendapatkan upah sebesar Rp91.000 namun berubah menjadi Rp48.000, sehingga dengan produktivitas yang sama selisih diterima pekerja berkisar Rp43.106.
"Permasalahan ini sudah mendapat arahan rekomendasi dari Ketua DPRD Kabupaten Kotim per 26 September 2016, salah satu poinnya agar sistem pengupahan baru yang diputuskan secara sepihak oleh perusahaan agar dikembalikan ke sistem pengupahan lama," katanya.
Selain tidak mematuhi rekomendasi DPRD Kotim, dua perusahaan tersebut juga melakukan tindakan pemutusan hubungan kerja dengan intimidasi serta pemaksaan terhadap pekerja tanpa mengindahkan UU No.13/2013 pasal 156 yang dilakukan secara sistem matis sebanyak 575 orang, termasuk pengurus PK-SBSI PT MSK.
Hal lain yang masih dilakukan dua perusahaan itu hingga saat ini gaji yang dipotong setiap bulan tanpa kesepakatan, memutasi pekerja yang tergabung di serikat buruh dengan berbagai alasan, upah mogok kerja selama 4hari pada November 2016 juga tidak dibayar.
"BPJS Kesehatan yang tidak dirasakan manfaatnya sementara gaji di potong untuk pembayaran BPJS. Buruh yang dipehakan sebanyak 575 orang pada Mei 2016 juga hanya diberikan tali asih bukan sesuai UU yang berlaku. Tali asih itupun sampai sekarang masih dilakukan dua perusahaan itu," kata Hatir.
Berbagai permasalahan tersebut pun telah didengar dan diterima Anggota DPRD Kalteng yang diwakili Ketua Komisi B DPRD Kalteng Artaban. Kepala Disnakertrans Kalteng Hardy Rampay pun mengajak ratusan para buruh langsung melakukan pembahasan terkait permasalahan tersebut dengan mengundang pihak manajemen dua perusahaan tersebut.
Editor: Ronny
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 Response to "Ratusan Buruh Makin Grup Demontrasi Di DPRD Kalteng! Ada Apa Ya?"
Posting Komentar