Di tengah kepadatan arus lalu lintas dan lampu merah yang silih berganti di empat arah jalan berbeda, puluhan pemuda tampak sibuk membawa kresek berukuran besar. Ternyata isinya adalah kotak yang di dalamnya terdapat makanan untuk berbuka puasa atau sering disebut takjil, meski arti takjil sebenarnya bukanlah makanan, tetapi menyegerakan berbuka puasa.
Dengan bersemangat dan senyum mengembang, mereka membagikan takjil kepada pengendara yang sedang tertahan di bawah lampu merah. Dengan cekatan, pemuda-pemuda itu membagikan takjil, berpacu dengan hitung mundur angka di layar 'traffic light' sebelum lampu hijau menyala yang menandakan pengendara harus melanjutkan perjalanan.
Di salah satu sudut simpang empat, Ricky Antonio turut bergabung dengan pemuda lainnya membagikan takjil. Di sudut lainnya, terlihat Purwiyanto dan Santo juga tampak asyik membagikan takjil sambil menyapa warga. Di sudut Selatan, Bambang Siswanto yang berperawakan tinggi, memantau dengan teliti deretan pengendara untuk mencari pengendara yang belum kebagian takjil.
Begitulah kebersamaan, kekompakan dan kebahagiaan yang terasa dalam kegiatan sosial itu. Semua merasa gembira karena bisa saling berbagi di bulan suci ini. Melalui kegiatan itu, rasa persaudaraan yang tertanam selama ini terasa makin kuat dan mengikat erat.
Ricky Antonio, Purwiyanto, Santo dan Bambang Siswanto, bukanlah pemeluk Islam. Ricky Antonio mewakili Komunitas Orang Muda Katholik, Purwiyanto mewakili Komisi Pelayanan Pemuda dan Remaja Kristen Protestan Resort Sampit, Santo merupakan seorang basir atau tokoh agama mewakili Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan, dan Bambang Siswanto mewakili Keluarga Budhayana Indonesia Kabupaten Kotawaringin Timur. Bersama mereka, juga ada ustad Fathul Anshari dari Pondok Pesantren Putra Borneo Sampit.
Mereka dengan penuh cinta kasih ikut bergabung dalam acara itu. Mereka tahu saudara mereka yang beragama Islam sedang menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Mereka ingin berbagi dengan sesama atas nama persaudaraan dan kemanusiaan, tanpa memandang perbedan agama, suku, ras dan antargolongan. Mereka tidak ingin ada hal sekecil apapun yang bisa merusak persaudaraan yang terpatri selama ini.
Kegiatan sosial bersama seperti ini, memang bukan pertama kali dilakukan para pemuda lintas agama itu. Namun kegiatan kali ini terasa makin bermakna dan makin penting sebagai pengingat bagi semua orang bahwa masyarakat Kotawaringin Timur selama ini hidup rukun berdampingan dan damai meski masyarakatnya beragam latar belakang agama, suku, ras dan antargolongan.
Serangkaian ledakan bom bunuh diri di tiga gereja dan lokasi lain di Surabaya pada Minggu (13/5/2018) yang merenggut banyak nyawa, kembali melukai kedamaian Indonesia. Aksi biadab itu tidak hanya menimbulkan korban dari jemaat gereja, tetapi juga sejumlah Muslim yang tidak berdosa yang berada di kawasan lokasi ledakan. Ini adalah aksi keji kelompok tidak bertanggung jawab yang sangat bertentangan dengan ajaran agama manapun karena agama tidak mengajarkan kebencian, permusuhan, apalagi sampai membunuh orang tidak bersalah.
Kejadian itu menjadi keprihatinan masyarakat Indonesia, termasuk di Kotawaringin Timur. Masyarakat tidak ingin kejadian itu terjadi lagi, apalagi di Kotawaringin Timur yang selama ini sudah sangat kondusif, meski pernah dilanda tragedi kemanusiaan akibat konflik etnis pada 2001 silam. Masyarakat Kotawaringin Timur merasakan betapa buruknya dampak sebuah konflik. Nyawa melayang, ekonomi lumpuh, pembangunan terhenti dan semua harus dimulai lagi dari awal. Masyarakat tidak ingin aksi teroris di Surabaya terjadi di kabupaten tercinta ini.
"Ya Tuhan, bangsa kami sedang dilanda banyak bencana. Salah satunya adalah serangan bom di Surabaya. Tuhan, janganlah Engkau jadikan bom itu menghancurkan persaudaraan, persatuan dan kesatuan kami. Justru, jadikanlah cobaan ini sebagai momen perekat persaudaraan dan persatuan bangsa kami," pinta Ricky Antonio dalam doanya.
Doa serupa juga dipanjatkan Bambang Siswanto. Dia meminta Tuhan menguatkan rasa kekeluargaan rakyat Indonesia, khususnya di Kotawaringin Timur. Jangan biarkan rakyat negeri ini terpecah belah oleh tindakan kelompok tidak bertanggung jawab. "Jadikanlah negara dan rakyat kami selalu berbahagia dan aman," ucap Bambang saat memanjatkan doa.
Pembagian takjil disambut positif masyarakat. Bukan makanan berbuka puasa itu yang membuat masyarakat senang, tetapi teladan persaudaraan yang ditunjukkan para pemuda daerah ini yang membuat bangga.
"Saya kenal dengan beberapa dari mereka dan saya tahu mereka nonmuslim. Makanya saya merasa terharu karena mereka dengan penuh rasa persaudaraan ikut berbagi kebahagiaan dengan umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dengan memberikan takjil," kata Mila, salah seorang pengendara yang menerima takjil.
Riskon Fabiansyah yang menjadi penggagas acara itu mengatakan, kegiatan yang sekaligus digelar memperingati Hari Kebangkitan Nasional itu merupakan bentuk keprihatinan pemuda di Kotawaringin Timur atas musibah yang melanda bangsa ini. Siapapun pelakunya, tindakan keji itu sudah melanggar batas-batas kemanusiaan yang tidak ada dalam ajaran agama apapun dan tradisi suku mana pun.
"Selama ini persaudaraan masyarakat Kotawaringin Timur sangat bagus, namun dengan kejadian di Surabaya minggu lalu, perlu rasanya kita untuk kembali lebih menguatkan komitmen kita menjaga persaudaraan ini. Kami masyarakat Kotawaringin Timur ini bersaudara. Kami tidak mempermasalahkan perbedaan agama karena itu hak masing-masing yang harus dihargai," kata Riskon.
Sebagai daerah yang pernah mempunyai pengalaman pahit dilanda konflik, masyarakat Kotawaringin Timur cukup peka terhadap masalah seperti ini. Masyarakat daerah ini merasakan beratnya cobaan akibat konflik karena semua pihak yang merasakan dampaknya. Karena itulah masyarakat berharap bencana kemanusiaan itu tidak terjadi di manapun.
Ketika rentetan ledakan bom bunuh diri terjadi di Surabaya pada Minggu (13/5/2018) pagi hingga siang, reaksi cepat ditunjukkan masyarakat di Sampit. Minggu malam, umat Islam di Sampit langsung menggelar aksi keprihatinan dan doa bersama untuk seluruh korban ledakan bom bunuh diri yang meninggal dunia, menderita luka dan keluarga korban.
Aksi kemanusiaan itu dilaksanakan di Masjid Nurul Iman Jalan Pelita Sampit, bersamaan puncak kegiatan Tarhib Ramadhan atau kemeriahan menyambut bulan suci Ramadhan. Kegiatan itu dipimpin ustaz H Ahmad Rayyan Zihdi yang merupakan pimpinan Pondok Pesantren Darul Amin Sampit.
"Itu tragedi kemanusiaan. Itu ulah kelompok sesat karena tidak ada agama yang mengajarkan kekejaman seperti itu. Apalagi bagi Islam, itu sama sekali bukan cerminan ajaran Islam. Nabi Muhammad yang menjadi telada umat Islam, tidak pernah mencontohkan seperti itu. Para pelaku bom bunuh diri itu kelompok yang mengacaukan Indonesia," kata ustad Rayyan.
Ustad Rayyan menyerukan kepada umat Islam dan umat agama lainnya memperkokoh persatuan dan kesatuan agar tidak mudah terprovokasi oleh kelompok-kelompok yang ingin mengacaukan keamanan bangsa dan daerah. Masyarakat secara bersama-sama harus menangkal masuknya orang atau kelompok yang membawa paham radikal yang dapat mengancam serta mengganggu keamanan dan ketertiban.
Khusus bagi umat Islam, ustad Rayyan mengajak umat untuk mengamalkan ajaran agama dan menjadikan Islam sebagai agama yang "rahmatan lil 'alamin" atau membawa rahmat bagi semesta alam. Islam mengajarkan umatnya untuk menghargai semua orang, termasuk penganut agama lain. Islam tidak pernah mengajarkan memaksakan ajaran agamanya kepada orang lain, apalagi sampai melakukan kekerasan.
Di bulan Ramadhan, bulan sucinya umat Islam ini, tokoh muda lintas agama Kotawaringin Timur ingin mengajak dan mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa sejak dulu masyarakat daerah ini sudah terbiasa dengan perbedaan. Bahkan leluhur Suku Dayak sudah memberi contoh melalui "huma betang" atau rumah betang, yakni rumah khas Suku Dayak berbentuk rumah panggung berukuran besar terdiri banyak kamar yang di dalamnya tinggal banyak keluarga, bahkan dari agama dan suku berbeda.
Filosofi rumah adat itulah yang kemudian disebut falsafah huma betang, yang merupakan perwujudan sikap keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi masyarakat Suku Dayak sejak dulu terhadap siapa saja, termasuk para pendatang dari daerah, suku dan agama manapun.
Masyarakat daerah ini menjalankan hidup dengan semangat "habaring hurung"atau bergotong-royong, yang kemudian dijadikan sebagai motto kabupaten ini. Namun di tengah keberagaman itu, tentu norma adat dan kearifan lokal harus dijunjung tinggi, sesuai dengan peribahasa "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung."
Masyarakat Suku Dayak sangat menghargai tamu yang datang karena itu merupakan sebuah kehormatan. Tapi tentunya, siapapun yang menetap di Kotawaringin Timur, harus menghargai adat dan tradisi masyarakat Suku Dayak. Ini juga penting dipahami oleh perusahaan besar yang mengeksploitasi sumber daya alam Kalimantan Tengah, khususnya Kotawaringin Timur, yakni dengan memperhatikan adat, tradisi dan hak-hak masyarakat lokal, agar keberadaan perusahaan juga membawa manfaat dan didukung masyarakat setempat.
0 Response to "Artikel - Lezatnya takjil kerukunan di bulan suci"
Posting Komentar